Selasa, 20 Januari 2009

TIK untuk Pembelajaran

A. Pendahuluan

Negara Indonesia telah berkomitmen untuk memasuki dan mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk pendidikan. Sejak tahun 90-an telah dilakukan berbagai macam ujii coba pendidikan berbasis TIK terutama pada jenjang pendidikan tinggi (dikti) dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Targetnya adalah menjangkau seluruh jenjang dan jalur pendidikan.

Menurut Mentri Pendidikan, strategi pemanfaatan TIK dimulai dari jenjang pendidikan yang paling siap. Perguruan tinggi, kata dia, telah memulai terlebih dahulu, kemudian pemberian akses dimulai dari jenjang SMA, SMK, dan SMP. “Biasanya daerah perkotaan lebih siap untuk memulai, kemudian kita rembetkan ke daerah pedesaan.”

Lebih lanjut Bambang mengatakan, program TIK tidak hanya dibatasi pada pendidikan formal, bahkan sekarang pun pada pendidikan nonformal sudah terdapat program TIK. Saat ini, kata dia, telah diselenggarakan program kursus komputer yang pada akhir program memberikan sertifikasi bertaraf internasional. “Sertifikasi itu namanya International Computer Driving License (ICDL). Ini mulai dikembangkan pada pendidikan nonformal,” ujarnya.

Penerapan TIK, kata Bambang, sejak tahun 2005 juga mengembangkan pendidikan menggunakan sarana televisi terutama untuk jenjang SMP. “Semua SMP sekarang sudah menjadi bagian dari TV Education (TVE). Suatu saat nanti antara pendidikan berbasis televisi dan TIK dapat diintergrasikan, sehingga komunikasi lebih sempurna lagi,” katanya. (dalam pers depdiknas)

Kehadiran dan kecepatan Perkembangan teknclogi informasi (selanjutnya disebut TI) telah menyebabkan terjadinya proses Perubahan dramatis dalam segala aspek kehidupan. Kehadiran TI tidak memberikan pilihan lain kepada dunia pendidikan selain turut serta dalam memanfaatkannya. TI sekarang ini memungkinkan terjadinya proses komunikasi yang bersifat global dari dan ke seluruh penjuru dunia sehingga Batas wilayah suatu negara menjadi tiada dan negara - negara di dunia terhubungkan menjadi satu kesatuan yang disebut global village atau desa dunia. Melalui Pemanfaatan TI, siapa saja dapat memperoleh layanan pendidikan dari institusi pendidikan mana saja. di mana saja, dan kapan saja dikehendaki. Secara khusus, Pemanfaatan TI dalam pembelajaran dipercaya dapat:

(a) meningkatkan kualitas pembelajaran,

(b) mengembangkan keterampilan TI (IT skills) yang diperlukan oleh siswa ketika bekerja dan dalarn kehidupannya nanti,

(c) memperluas akses terhadap pendidikan dan Pcmbelajaran,

(d) menjawab the technological imperative” (keharusan berparpartisipasi dalam TI).

(e) mengurangi biaya pendidikan.

(f) meningkatkan rasio biaya manfaat dalam pendidikan.

Sistem pendidikan yang tidak memanfaatkan TI akan menjadi kadaluarsa dan kehilangan kredibilitasnya. Namun, di sisi lain ada juga pendapat yang menyatakan bahwa situasi ini lebih disebabkan oleh adanya konspirasi yang mengakibatkan terjadinya ketergantungan dunia pendidikan terhadap TI. Kedua pendapat itu tidak perlu diperdebatkan karena memiliki kesahihan tersendiri dan persepektif yang berbeda. Justru, yang seharusnya menjadi perhatian adalah bagaimana dampak TI terhadap sistem pendidikan, terutama sistem pembelajaran, serta hagaimana strtcgi Pemanfaatan TI dalam pembelajaran? Tentunya, untuk semua itu diperlukan langkah – langkah strategis agar dapat diperoleh basil yang optimal.

Pembelajaran merupakan salah satu subsistem yang tidak luput dari arus perubahan yang disebahkan oleh kehadiran TI yang sangat intrusif: Dengan segala atributnya, TI menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan lagi dalam sistem pembelajaran di kelas. Beragam kemungkinan ditawarkan oleh TI untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Di antaranya ialah (1) “T’1 untuk peningkatan dan pengembangan kemampuan profesional tenaga pengajar, (2) TI sebagai sumber bclajar dalam pembelajaran, (3) TI sebagai alat bantu interaksi pembelajaran. dan (4 ) TI sebagai wadah pembelajaran, tennasuk juga perubahan paradigma pembelajaran yang diakibatkan oleh pemanfatan TI dalam pembelajaran.

B. Teknologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.

Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.

Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema “Asia in the New Millenium” yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul “Rebooting:The Mind Starts at School”. Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai “cyber classroom” atau “ruang kelas maya” sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut “interactive learning” atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.

Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) alat-alat musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.

Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.

C. Pergeseran pandangan tentang pembelajaran

Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2) upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.

Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.

Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Lingkungan


Berpusat pada guru


Berpusat pada siswa

Aktivitas kelas


Guru sebagai sentral dan bersifat didaktis


Siswa sebagai sentral dan bersifat interaktif

Peran guru


Menyampaikan fakta-fakta, guru sebagai akhli


Kolaboratif, kadang-kadang siswa sebagai akhli

Penekanan pengajaran


Mengingat fakta-fakta


Hubungan antara informasi dan temuan

Konsep pengetahuan


Akumujlasi fakta secara kuantitas


Transformasi fakta-fakta

Penampilan keberhasilan


Penilaian acuan norma


Kuantitas pemahaman , penilaian acuan patokan

Penilaian


Soal-soal pilihan berganda


Protofolio, pemecahan masalah, dan penampilan

Penggunaan teknologi


Latihan dan praktek


Komunikasi, akses, kolaborasi, ekspresi

D. Kreativitas dan kemandirian belajar

Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan mengembangkan semua potensi yang dimilikinya..

Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.

Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.

E. Peran guru

Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.

F. Teknologi informasi dan penerapannya dalam bidang pendidikan

Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang demikian pesat telah mengubah paradigma manusia dan telah menyebar dalam setiap aspek kehidupannya, serta memberikan dampak yang positif maupun negatif . Hal ini telah menyebabkan munculnya paradigma baru, yaitu paradigma ‘`e” yang berarti ‘electronic Paradigma ini mulai melekat dalam seluruh aspek kehidupan kita dan teknologi ini akan merubah jalan hidup manusia. Dengan munculnya paradigma “e”, akan memicu kita untuk better (multimedia standard), faster (data communication process), accessbility (internet reaches any point), available web-based & collaborative software.

Pengaruh penggunaan TI telah masuk dalam dunia pendidikan, dan telah membawa dampak positip yang besar dalam sistem pendidikan di Indonesia, serta menciptakan suatu paradigma baru dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara khusus TI mempunyai kemampuan dan kontribusi yang sangat besar dalam merubah learning and teaching process, clan budaya belajar. Perubaham paradigma ini, lebih mengarah pada terciptanya budaya learning how lo learn,dan budaya long live learning yang tidak tergantung tempat dan waktu.

Keunggulan TI yang diperankan oleh Internet dalam menyediakan informasi apa saja, yang ditayangkan secara multimedia, telah membawa perubahan dalam budaya belajar khususnya dalam Proses Relajar Mengajar (PBM). Saat ini, hanyak lembaga pendidikan (berbagai negara, telah menyelenggarakan pendidikan jarak jauh dengan menggunakan bantuan TI. pendidikan seperti ini dinamakan sebagal e-Education, e-Learning, e-Campusi, e-dgital, Tele-Educaton, Cyber-Campus, Virtual Universiy, dll. yang juga dilengkapi dengan dgiital librarv atau virtual-library termasuk didalamnya ebook.

Narnpaknya model pendidikan e-duction ini, akan sangat diandalkan pada saat ini dan dimasa mendatang. Pada dekade berikutnya perubahan besar yang terjadi adalah penggunaan teknologi dan delivery system. Model e-Education dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk dapat menjawab tantangan perkembangan TI, khususnya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Model yang dikembangkan dapat saja berbentuk off-line, real time, dan online, yang bersifat non nteractive,, semi interactive. atau ,fulllv interactive. Penerapan e-Education perlu difokuskan pada learning and teaching process, berarti bahwa model yang diciptakan juga harus berbentuk e-Iearning dan e-tcarhing dan implementasinya memerlukan suatu software. yang memiliki fasilitas learning space. Pembelajaran yang menyenangkan disebut edutainment, perpaduan antara education (pendidikan) dan entertainment (hiburan). Sebuah proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga muatan pendidikan dan hiburan dapat dikombinasikan dengan harmonis. Sebuah proses pembelajaran yang interaktif yang memberikan ruang kepada siswa untuk mengalami, rnencoba, merasakan, dan menemukan sendiri. Dave Meier (2000) dalam Khoiruddin Bashori menyatakan, sudah saatnya pembelajaran pola lama diganti dengan pendekatan SAVI (Somatic, Auditory. Visual, dan Intellectual). Somatic didefinisikan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory adalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan mcnggambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning bv problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi). Keempat pendekatan belajar tersebut diintegrasikan sedemikian rupa sehingga siswa dan guru dapat secara bersama-sama menghidupkan suasana kelas. Kelas, dengan pendekatan ini tidak lagi seperti kuburan, akan tetapi merupakan arena bermain yang menyenangkan bagi anak. Pclajaran dikenalkan dalam suasana bermain dan bereksperimen. Suasana kelas yang menggairahkan sangat bermanfaat tidak saja bagi peningkatan prestasi belajar siswa, tetapi Juga menurunkan stress, meningkatkan ketrampilan interpersonal, dan kreativitas siswa.

Di masa depan, proses belajar akan semakin mandiri; diarahkan sendiri dan dipenuhi sendiri. Ini herarti siswa perlu diberikan cukup ruang untuk mengeksplorasi, bereksperimen dan mengajari dirinva sendiri. Model pendidikan tradisional yang serius dan over-regulasi perlu diganti dengan belajar mandiri, berdasarkan prinsip-prinsip ilmu kognitif modern. Dengan model ini kecintaan belajar secara alami akan tumbuh dalam diri setiap orang. Semangat otodidak dapat berkembang subur. Setiap individu mcmi!iki gaya belajar dan gava bekerja yang unik, maka sekolah semestinya dapat melayani setiap gaya belajar individu. Sebagian orang lebih mudah belajar secara visual: melihat gambar dan diagram. Sebagian lain secara auditorial; suka mendengarkan. Sebagian lain mungkin adalah pelajar haptic: menggunakan indera perasa atau mcnggerakkan tubuh (pelajar kinestetik). Beberapa orang berorentasi pada teks tercetak; membaca buku. Yang lainnya adalah kelompok interaktif; berinteraksi dengan orang lain. (Dryden &Vos, 2001 dalam Khoiruddin Bashori).

G. Optimalisasi Pemanfaatan TI dalam Pembelajaran

Kehadiran TI pada saat ini sudah tidak mungkin dihindarkan lagi. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan untuk menerima TI, dan kemampuan untuk memanfaatkanya seoptimal mungkin. Untuk dapat memanfaatkan TI dalam pembelajaram secara optimal, diperlukan hal - hal berikut:

(1) Visi Pembelajaran - yang menjelaskan bagaimana pembelajaran seharusnya: karakteristik, proses dan paradigmanya - di masa mendatang. TI mcmbawa peruhahan dalam berbagai aspek pembelajaran, termasuk paradigma pernbelajarannya. Apakah pembelajaran tetap berfokus pada materi dan tenaga pengajar Ataukah pembelajaran yang diinginkan adalah yang berfokus pada siswa atau kompetensi? Apakah pembelajaran akan memiliki sifat fleksibel, dari sisi peserta pembelajaran serta akses? Apakah pembela.jaran dipersepsikan memerlukan TI? Dalam hal ini, perlu ada kejelasan isi pembelajaran yang memamfaatkan TI, sehingga TI dapat dimanfaatkan dengan optimal.

(2) Realokasi sumber daya - hal ini sangat penting karena dari waktu ke waktu penerimaan setiap lembaga pendidikan relatif tidak meningkat. Untuk memanfaatkan TI, yang memiliki initial cost yang sangat timggi, diperlukan keberanian pimpinan Lembaga pendidikan untuk mereloalokasikan sumber daya sesuai denganprioritas yang ditentukan. Alokasi sumberdaya ini dapat dibuat secara bertahap dan sistematis.

3). Strategi implementasi - Sesuai dengan alokasi sumberdaya yang dibuat bertahap, maka strategi implementasi pun perlu dilakukan secara bertahap dan sistematik. Pentahapan ini menjamin bahwa langkah yang dilakukan tidak terlalu besar sehingga dapat memutarbalikkan tradisi pembelajaran yang sekarang sudah bcrjalan dan banyak orang sudah merasa nyaman dengan hal itu. Pentahapan juga dapat memberikan gambaran tentang keuntungan dari pemanfaatun TI, contoh keberhasilan pemanfaatan TI yang kemudian dapat dimamfaatkan kepada kasus-kasus lainnya, serta nilai tambah yang dapat diperoleh melalui pemanfaatan TI (misalnya keterampilan tenaga pengajar, siswa)

(4) Infrastruktur - sarana dan prasarana menjadi sangat penting dalam upaya pemanfaaran TI dalam pembela’jaran. Pemanfaatan TI sangat bergantung pada kehadiran perangkat keras pendukung, perangkat lunak, jaringan, serta sumberdaya manusia yang dapat mendukung. Jika salah satu tidak tersedia, maka pemanfaatan TI tidak akan optimal.

(5) Akses siswa kepada TI - walaupun pemanfaatan sudah dirancang dengan sistematis dan cermat, jika siswa tidak atau belum memiliki akses terhadap TI, maka pemanfaatan TI akan menjadi beban semata. Jika memungkinkan, institusi pendidikan dapat menyediakan TI yang dapat diakses oleh siswa atau institusi pendidikan dapat menjamin bahwa siswa dapat mengakses TImisalnya melalui penyediaan daftar warnet, computer and internet rental.

(6) Kesiapan tenaga pengajar - pembelajaran merupakan proses untuk knowledge prodtion knowleg transmission, dan knowledge application. Sementara itu, TI adalah alat yang dapat mempermudah dan mempercepat terjadinya proses tersebut. Tenaga pengajar perlu memiliki sikap dan pengetahuan yang jelas tentang hal tersebut, sehingga tidak menjadikan TI sebagai pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, persiapan tenaga pengajar dimulai dari tahap penyadaran, sampai tahap adopsi dan pemanfaatan perlu dilakukan, melalui berbagai cara, seperli pelatihan, learning by doing, sekolah lanjut. Kesiapan tenaga pengajar meliputi computer., and intenet literacy, pengetahuan teknis dan operasional komputer dan internet, keterarnpilan merancang pembelajaran berhasis TI keterampilan memproduksi pembelajaran berbasis TI, serta keterampilan mengintegrasikan TI dalam sistem pembelajaran secara umum. Institusi pendidikan perlu melakukan penataan tentang penghargaan bagi tenaga pengajar yang telah mulai berpartisipasi dalarn pemanfaatan TI, sebagai salah satu bentuk motivasi ekstemal.

(7) Kendali mutu dan penjaminan mutu - Inisiasi pembelajaran berbasis TI perlu disikapi sebagai proyek pengembangan kualitas pembelajaran. Dalam hal ini, perencanaan secara konseptual maupun operasional merupakan syarat yang tidak dapat ditawar. Pemantauan inisiasi selama dilaksanakan juga merupakan mekanisme pengendalian mutu yang tidak dapat dihindarkan , kemudian evaluasi keberhasilan (cost-efftctiveness dan cost efficiency) menjadi mata rantai akhir untuk menentukan sejauhmana pembelajaran berbasis TI dapat memberikan hasil yang optimal. Perlu diyakinkan bahwa pembelajaran berbasis TI akan memberikan hasil sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, bukannya berkurang atau menyimpang.

( 8) Kolaborasi dan konsorsiurn - pembelajaran berbasis TI tidak mungkin untuk berdiri sendiri. Kolaborasi dan pengembangan jejaring keahlian merupakan landasan dasar dari keberhasilan pembelajaran berbasis TI. Artinya, dituntut kerjasama dari berbagai pihak dalam beragam peran untuk dapat mengembangkan pembelajaran berbasis T1, melaksanakannya, serta mengevaluasi serta merevisi untuk kemudian meningkatkan kualitasnya. Kedelapan strategi tersebut memerlukan perencanaan dan juga sumberdaya yang tidak sedikit. Apakah kita mampu dan mau melakukan semua itu? Menurut Machiavelli dalam bukunya The Prince: “There is nothing more difficu/t to plan, more doubful of success, nor more dangerous to manage than the creation of a new order of things”. Jika memang kita perlu berubah , maka kita dapat melakukanyya.

Daftar Pustaka

Garrardus Polia 2O01. Penerpan e-Education diperguruan tinggi Tantangan Perkembangan Tehnologi Informasi . Makalah seminar Nasional Matematika XI di Universitas Negeri Malang.

Khoiruddin Bashori. 2001 Kelas Bukan “Kuburan”. Majalah Gerbang: Majalah

Surya Muhammad. Prof.Dr. H. Potensi Tehnologi dan komunikasi dalam peningkataan mutu pembelajaran di kelas. Pustekkom Depdiknas, 2006

Tidak ada komentar: